TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI DAN
PEMIKIRANNYA
1. Auguste
Comte : Sosiologi Positivis,Prancis (1798-1857)
Biografi
Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte; lahir
di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris,
Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) lahir di Montpellier, sebuah
kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah
disana, ia melanjutkan pendidikannya di École Polytechnique di Paris. École
Polytechnique saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis
republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1818, politeknik tersebut ditutup
untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya
di sekolah kedokteran di Montpellier.
Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama
Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga
ia terpaksa meninggalkan Paris. Kemudian pada bulan Agustus 1817 dia menjadi
murid sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon,
yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824,
Comte meninggalkan Saint-Simon karena ia merasa ada ketidakcocokan dalam
hubungannya.
Pemikiran
Auguste Comte sangat prihatin terhadap anarkisme yang merasuki masyarakat saat
berlangsungnya revolusi perancis. Oleh karena itu Comte kemudian mengembangkan
pandangan ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial untuk menandingi
pemikiran yang dianggap filsafat negative dan destruktif. Teori Auguste Comte,
Positivisme, mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah tentang masyarakat
melalui mpengamatan dan percobaan untuk kemudian mendemonstrasikan hokum-hukum
perkembangan sosial. Metode ilmiah yang mampu mengukur secara objektif mengenai
struktur social.
Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika social atau disebutnya juga
sebagai sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam agar
motivasi manusia dapat dipelajari layaknya ilmu fisika atau kimia. Ilmu baru
ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari statika sosial
(struktur sosial) dan dinamika social (perubahan social).
Auguste Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami masyarakat akan
membawa pada kemajuan kehidupa social yang lebih baik. Ini didasari pada
gagasannya tentang Teori Tiga Tahap Perkembangan Masyarakat, yaitu bahwa
masyarakat berkembang secara evolusioner dari tahap Teologis (percaya terhadap
kekuatan dewa), melalui tahap Metafisik (percaya pada kekuatan abstrak), hingga
tahap Positivistik (percaya terhadap ilmu sains). Pandangan evolusioner ini
mengasumsikan bahwa masyarakat, seperti halnya organisme, berkembang dari
sederhana menjadi rumit. Dengan demikian melalui sosiologi diharapkan mampu
mempercepat positivisme yang membawa ketertiban pada kehidupan sosial.
2.
Karl Marx: Sosiologi Marxis,Jerman (1818-1883)
Biografi
Karl Marx, lahir pada tanggal 5 mei 1818 di kota Trier daerah Rhein, di Prusia
Jerman. Karl Marx mewarisi kecerdasan yang luar biasa dari kedua orang tuanya.
Ayahya Hendrich Marx dan ibunya Henriette. Keduanya berasal dari Rabbi Yahudi.
Kendati demikian Marx besar melalui proses pendidikan sekuler dan kemudian
menjadi pengacara ternama dan melangsungkan perkawianan dengan Jenny Von
Westphalen seorang aristokrat non Yahudi, dan hidup bersamanya sepanjang
hidupnya dan sejak kecil.
Masa kuliah, Karl Marx dipengaruhi Hegelianisme yang masih berjaya, disamping
oleh pemberontakan Feuerbach terhadap Hegel menuju materialisme. Ia terjun ke
dunia jurnalisme, tetapi Rheinische Zeitung, jurnal yang ia sunting, diboikot
oleh pemerintahan lantaran pemikiran radikalinya.
Pengalaman keagamaan Karl Marx sedikit unik,. Pada usia 6 tahun, Karl Marx
sekeluarga dibabtis sebagai penganut Protestan pada Gereja Luteran. Upaya ini
dilakukan sebagai strategi politik, karena tekanan politik penguasa. Bahwa
keinginan ayahnya untuk menjaga pemapanan sosial ekonominya melalui profesional
sebagai pengacara. Tapi bagi Karl Marx, proses keberagamaan ayahnya yang lebih
dipengaruhi oleh kesadaran politik sangat mengganggu sikap mental atau
kesadaran kejiwaan Karl Marx.
Pemikiran
Karl Max melalui pendekatan materialism historis percaya bahwa penggerak
sejarah manusia adalah konflik kelas. Menurut Marx, bahwa konflik kelas sosial
merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh terhadap dinamika
sosial. Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak
terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa
yang memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat
konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi komoditas mau
tak mau keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai
produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan
penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang
menguntungakan. Tingkat kentungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat
layanan yang diberikan. Inilah maksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi
menentukan suprastruktur (kebudayaan, politik, hokum, dan ideologi).
Pendekatan sosiologi Marxis menyimulkan mengenai ide pembaruan social yang
terbukti sebagai ide yang hebat pada abad ke XX, yakni sebagai berikut
(Osborne, 1996:50), semua masyarakat dibangun atas dasar konflik, penggerak
dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi, masyarakat harus dilihat sebagai
totalitas yang di dalamnya faktor ekonomi adalah dominan, perubahan dan
perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia
dengan organisasi ekonomi individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat
mengubah masyarakat melalui tindakan ilmiah yang didasarkan pada premis-premis
ilmiah (materialism historis), bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan
keterasingan (alienasi), dan dengan berdiri diluar masyarakat, melalui kritik,
manusia dapat memahami dan mengubah posisi sejarah mereka.
3. Herbert
Spencer : Sosiologi Evolusioner,Inggris (1820-1903)
Biografi
Herbert Spencer lahir di Derby, Inggris 27 April 1820. Ia tak belajar seni dan
humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang-bidang utilitarian. Tahun 1837 ia
mulai bekerja sebagai insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang dipegangnya
hingga tahun 1846. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya
sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik. Tahun 1848 Spencer
ditunjuk sebagai redaktur The Economist dan gagasan intelektualnya mulai
mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statics.
Selama menulis karya ini Spencer untuk pertama kali mulai mengalami insomnia
(tak bisa tidur) dan dalam beberapa tahun berikutnya masalah mental dam
fisiknya ini terus meningkat. Ia menderita gangguan saraf sepanjang sisa
hidupnya.
Pemikiran
Herbert Spencer mengemukakan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan
sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang
lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat
bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi
terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat
yang mampu dan cerdas yang dapat bertahan. Dengan kata lain yang “yang layak
akan hidup, sedangkan yang tak layak akan punah”. Konsep ini diistilahkan
survival of the fittes. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari
rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentangevolusi
masyarakat ini juga seing disebut dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat populer
dikalangan para penguasa yang menentang reformasi. Spencer setuju terhadap
doktrin laissez-faire dengan mengatakan bahwa negaratak harus mencampuri
persoalan individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. ia ingin kehidupan
social berkembang bebas tanpa control eksternal. Spencer menganggap bahwa
masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilanserta kemiskinanitu juga alamiah,
karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski pandangan itu banyak
ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang masih terus hidup dalam
tulisan-tulisan populer.
4.Max Weber : Sosiologi Weber,
Jerman
(1864-1920)
Biografi
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 dan meninggal di Munich pada
14 Juni 1920 pada umur 56 tahun karena penyakit paru-paru. Max Weber adalah
adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap
sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern.
Weber lahir dari keluarga kelas menengah, ayahnya, Max Weber adalah politikus
liberal, pegawai sipil dan seorang birokrat yang menduduki posisi politik yang
relatif penting dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan. Oleh
sebab itu ia menjauhkan diri dari setiap aktivitas dan idealisme yang
memerlukan pengorbanan pribadi atau yang dapat menimbulkan ancaman terhadap
kedudukannya dalam sistem. Sedangkan ibunya, Helene Fallenstein adalah seorang
Calvinis yang taat, wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (asetic)
tanpa kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya
kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat, ia terganggu oleh
ketidaksempurnaan yang dianggapnya menjadi pertanda bahwa ia terganggu oleh
ketidaksempurnaan yang dianggapnya menjadi pertanda bahwa ia tak ditakdirkan
akan mendapat keselamatan di akhirat.
Perbedaan mendalam antara kedua pasangan ini menyebabkan ketegangan perkawinan
mereka dan ketegangan ini berdampak besar terhadap Weber. Keadaan rumah tangga
orang tua Weber jauh dari kata damai. Karena tak mungkin menyamakan diri
terhadap pembawaan orang tuanya yang bertolak belakang itu, Weber kecil lalu
berhadapan dengan suatu pilihan jelas (Marianne Weber, 1975:62). Mula-mula ia
memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi kemudian tertarik makin mendekati
orientasi hidup ibunya. Apapun pilihannya, ketegangan yang dihasilkan oleh
kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan itu berpengaruh negatif terhadap
kejiwaan Weber.
Pada usia 13 tahun, tepatnya pada saat perayaan krimas tahun 1876, Weber
menghadiahi orangtuanya 2 essai sejarah yang bertajuk “ About the course of
German history, with special references tp the positions of emperor and the
pope” dan “ About the Roman imperial period from Constantine to the migration
of nations ”. Lebih kurang setahun selepas itu Weber menulis surat-surat dengan
bertatah rujukan kepada Homer, Virgil, Cicero dan Livy dan Weber juga telah
memiliki pengetahuan yang luas tentang Goethe, Spinoza, Kant dan Schopenhauer
sebelum ia memasuki universitas.
Pada usia 18 tahun, Max Weber meninggalkan rumah dan mendaftarkan diri ke
Universiti Heidelberg sebagai mahasiswa hukum, meskipun ia mahasiswa hukum,
Weber juga meghadiri kuliah ekonomi, belajar medieval history dan teologi dan
secara bersela bergabung dangan tentara Jerman di Strasbourg. Weber telah
menunjukkan kematangan intelektual, tetapi ketika masuk universitas ia masih
tergolong terbelakang dan pemalu dalam bergaul. Sifat ini cepat berubah ketika
ia condong pada gaya hidup ayahnya dan bergabung dengan kelompok mahasiswa
saingan kelompok mahasiswa ayahnya dulu. Secara sosial ia mulai berkembang,
sebagian karena terbiasa minum bir dengan teman-temannya
Setelah kuliah tiga semester Weber meninggalkan Heidelberg untuk dinas militer
dan tahun 1884 ia kembali ke Berlin, ke rumah orang tuanya, dan belajar di
Universitas Berlin. Ia disana hampir 8 tahun untuk menyelesaikan studi hingga
mendapat gelar Ph.D., dan menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas
Berlin. Akhirnya Weber menamatkan gelar doctor dengan tajuk disertase “The
history of medieval business organization” pada tahun 1889.
Pemikiran
Max Weber tidak sependapat dengan Karl Marx yang menyatakan bahwa ekonomi
merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan
Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa pandangan kebangkitn religius
tertentu (dalam hal ini protestanisme) yang membawa masyarakat pada
perkembangan kapitalisme. Kaum protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan
bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada dipihak
mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani kehidupan yang hemat,
menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat mdal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang bagaimana perilaku
individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah yang disebut sebagai
Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan social dapat memahami niat, ide,
nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut
verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban barat
adalah semangat baratyang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi
operasional (berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah
proses yang menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir,
professional, dan birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi
Negara.
5.Emile Durkheim : Sosiologi Struktural,Prancis
(1859-1917)
Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara
mengenai
kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat
individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya
The Division of Labor in
Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas)
terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern.
Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan
yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana
dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin
sehingga dikatakan memiliki
Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada
masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun
karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau
disebut memiliki
Solidaritas Organik .
Selanjutnya dalam karyanya yang lain
The Role of Sociological Method
(1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut
Fakta Sosial, yaitu
fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk berpikir dan
bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti struktur-struktur tertentu dalam
masyarakat sangatlah kuat, sehingga dapat mengontrol tindakan individu dan
dapat dipelajari secara objektif, seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial
terbagi menjadi dua bagian,
material (birokrasi dan hukum) dan
nonmaterial
(kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui
Suicide (1897), Durkheim berusaha
membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan
pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri,
yakni bunuh diri
egoistik (masalah pribadi),
altruistik (untuk
kelompok),
anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan
fatalistik
(akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa
faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (
integrasi sosial)
sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.
6.Georg
Simmel : Filsafat Uang,Jerman
(1858-1919)
Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal karena karyanya yang spesifik
tentang tindakan dan interaksi individual, seperti bentuk-bentuk interaksi,
tipe-tipe orang berinteraksi, kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah
berskala kecil lainnya. Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan
tokoh-tokoh sosiologi di Amerika.
Karya yang terkenal dari Simmel adalah tentang
Filsafat Uang. Simmel
sebagai sosiolog cenderung bersikap menentang terhadap modernisasi dan sering
disebut bervisi pesimistik. Pandangannya sering disebut
Pesimisme Budaya.
Menurut Simmel, modernisasi telah menciptakan
manusia tanpa kualitas
karena manusia terjebak dalam rasionalitasnya sendiri. Sebagai contoh, begitu
teknologi industri sudah mulai canggih, maka keterampilan dan kemampuan tenaga
kerja secara individual makin kurang penting. Bisa jadi semakin modern
teknologi, maka kemampuan tenaga individu makin merosot bahkan cenderung malas.
Di sisi lain, gejala monetisasi di berbagai faktor kehidupan telah
membelenggu masyarakat terutama dalam hal pembekuan kreativitas orang, bahkan
mampu mengubah kesadaran. Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan,
tetapi karena kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia.
Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai tujuan.
Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak sosial yang
membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab, dan bahkan mampu
membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang siapa memiliki uang
dialah yang memiliki kekuatan.
7.Ferdinand Tonnies :
Klasifikasi Sosial,
Jerman (1855-1936)
Ferdinand Tonnies (1855-1936)
mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga
menghasilkan
klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat itu
bersifat
gemeinschaft (komunitas/paguyuban) atau
gesselschaft
(asosiasi/ patembayan).
Masyarakat
gemeinschaft adalah masyarakat yang mempunyai hubungan
sosial tertutup, pribadi, dan dihargai oleh para anggotanya, yang didasari atas
hubungan kekeluargaan dan kepatuhan sosial. Komunitas seperti ini merupakan
tipikal masyarakat pra-industri atau masyarakat pedesaan. Sedangkan pada
masyarakat
gesselschaft, hubungan kekeluargaan telah memudar, hubungan
sosial cenderung impersonal dengan pembagian kerja yang rumit. Bentuk seperti
ini terdapat pada masyarakat industri atau masyarakat perkotaan. Tema dasar
Tonnies adalah
hilangnya komunitas dan
bangkitnya impersonalitas.
Ini menjadi penting dalam kajian tentang masyarakat perkotaan.
8.Herbert Marcuse : One
Dimensional Man,
Jerman (1898-1979)
Herbert Marcuse (1898-1979) merupakan anggota Mazhab Frankfurt yang setengah
hati. Menjadi terkenal selama tahun 1960-an karena dukungannya terhadap gerakan
radikal dan anti-kemapanan. Dia pernah dijuluki “kakek terorisme”,
merujuk pada kritiknya tentang masyarakat kapitalis,
One Dimensional Man
(1964) yang berargumen bahwa kapitalisme menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu,
kesadaran palsu, dan budaya massa yang memperbudak kelas pekerja.
9.Jurgen Habermas : Komunikasi
Rasional,
Jerman, 1929
Setelah tahun 1960-an, sosiologi makin menyadari pentingnya faktor
kebudayaan dan komunikasi dalam menganalisis masyarakat. Jurgen Habermas (1929-
) menggabungkan kesadaran baru dengan Mazhab Frankfurt. Habermas membicarakan
komunikasi rasional dan kemungkinan keberadaannya dalam masyarakat kapitalis.
Dalam karyanya The Theory of Communicative Action (1981), Habermas mengemukakan
analisis kompleks tentang masyarakat kapitalis dan cara-cara yang mungkin untuk
melawan melalui emansipasi komunikatif dan moral.
10.Antonio Gramsci: Hegemoni,
Italia
(1891-1937)
Antonio Gramsci (1891-1937), seorang sosiolog Italia adalah seorang pemikir
kunci dalam pendefinisian ulang perdebatan mengenai kelas dan kekuasaan.
Konsepnya tentang
Hegemoni menjadi diskusi tentang kompleksitas
masyarakat modern. Gramsci menyatakan bahwa kaum Borjuis berkuasa bukan karena
paksaan, melainkan juga dengan persetujuan, membentuk aliansi politik dengan
kelompok-kelompok lain dan bekerja secara ideologis untuk mendominasi
masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat berada dalam keadaan tegang
terus-menerus.
Ide mengenai hegemoni (memenangkan kekuasaan berdasarkan persetujuan
masyarakat) sangat menarik karena pada kenyataannya individu selalu bereaksi
terhadap dan mendefinisi ulang masyarakat dan kebudayaan tempat mereka berada.
Ide-ide Gramsci selanjutnya banyak berpengaruh pada studi kebudayaan dan budaya
populer.
11.Charles Horton Cooley
(1846-1929)
Charles Horton Cooley (1846-1929) memandang bahwa hidup manusia
secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis
manusia tiada beda, tapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan
historislah yang menyebabkan demikian. Dalam analisisnya mengenai perkembangan
individu, Cooley mengemukakan teori yang dikenal dengan
Looking Glass-Self
atau
Teori Cermin Diri. Menurutnya di dalam individu terdapat tiga
unsur: 1) bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan
mengenai pendapat orang lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat
positif maupun negatif.
12.George Herbert Mead (1863-1931)
George Herbert Mead (1863-1931), salah satu tokoh sentra
interaksionisme simbolik menggambarkan pembentukan diri” atau
tahap
sosialisasi dalam ilustrasi pertumbuhan anak, dimana terdapat tiga tahap
pertumbuhan anak, yakni 1) tahap bermain (
play stage); 2) tahap
permainan (
game stage); dan 3) tahap mengambil peran orang lain (
taking
role the other).
Manusia tidak bereaksi terhadap dunia sekitar secara langsung, mereka
bereaksi terhadap makna yang mereka hubungkan dengan benda-benda dan
kejadian-kejadian sekitar mereka, lampu lalu lintas, antrian pada loket karcis,
peluit seorang polisi dan isyarat tangan.
W.I. Thomas (1863-1947),
mengungkapkan tentang definisi suatu situasi, yang mengutarakan bahwa kita
hanya dapat bertindak tepat bila kita telah menetapkan sifat situasinya. Bila
seorang laki-laki mendekat dan mengulurkan tangan kanannya, kita mengartikannya
sebagai salam persahabatan, bila mendekat dengan tangan mengepal situasinya
akan berlainan. Kegagalan merumuskan situasi perilaku secara benar dan bereaksi
dengan tepat, dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang menyenangkan.
13.Ibnu Kholdun : Bapak
Sosiologi Islam,
Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M – Kairo 25
Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M
Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak
usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi
Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan
realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David
Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki
usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan
dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam,
pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan
pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam
pengembaraannya yang luas pula.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya,
at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab
sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak
sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah
kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan
ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin
karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen,
Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun
1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan,
“Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari
tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli
sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa
Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah
muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan
masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu
Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan
metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan
memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia
berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif
dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik
di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan
dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan
lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima,
menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara.
Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta
alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap
menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia
telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara
berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad
dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang
menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama.
Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan,
kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit
bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat
kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang
selalu mengawasi kelemahannya.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai
peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang
diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan
giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz
Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan
olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang
diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan
Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran
pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
NAMA:ANINDA VINADIA NUGRAENI
NO:05
KELAS:X SOSIAL 1
SEKOLAH:SMAN 01 AMBARAWA